running text

siti Latifah

Kamis, 20 Juni 2013

mengenal karakter tunalaras

A.  HIPERAKTIFITAS
1.      Pengertian Hiperaktifitas
Berdasarkan klasifikasi dan karakteristik yang dikemukakan oleh Quay (Hallahan & Kauffman, 1986), hiperaktif termasuk dalam dimensi anak yang bertingkah laku kacau (conduct disorder).
Ciri-ciri anak hiperaktif adalah sebagai berikut.
a)    Gerakannya terlalu aktif, tidak bertujuan, tak mau diam sepanjang hari, bahkan waktu tidur ada yang melakukan gerak di luar kesadaran;
b)   Suka mengacau teman-teman sebayanya, dalam bertindak hanya menurutkan kata hatinya sendiri, dan mudah tersinggung;
c)    Sulit memperhatikan dengan baik.
2.      Penyebab Hiperaktifitas
Hiperaktif disebabkan oleh banyak faktor, seperti disfungsi otak, kekurangan oksigen, kecelakaan fisik, keracunan serbuk timah, kekurangan gizi dan perawatan pada masa tumbuh kembang, minuman keras dan obat-obatan terlarang selama kehamilan, kemiskinan, dan lingkungan keluarga yang tidak sehat (Koupersik dalam Kauffman, 1985).
3.      Pengendalian Hiperaktifitas
Ada beberapa pengendalian hiperaktifitas yang dikemukakan oleh Kauffman (1985) :
a)      Medikasi
Bagi anak hiperaktif, medikasi yang sering dipakai adalah obat-obat perangsang saraf terutama yang ada kaitannya dengan penenangan.
b)      Diet
Diet yang dianjurkan adalah pantangan berbagai macam makanan, termasuk makanan yang mengandung zat pewarna atau penyedap rasa tiruan yang dapat menyebabkan hiperaktif.
c)      Modifikasi tingkah laku
Berdasarkan paradigma Operant Conditioning Skinner, semua perilaku merupakan hasil belajar atau diperoleh dari interaksi individu dengan lingkungannya. Agar penerapan teknik modifikasi tingkah laku berhasil perlu diperhatikan berbagai prinsip antara lain: menentukan kapan harus memberi hadiah, kapan harus memberi hukuman, serta jenis penguat apa yang pantas dipakai.
d)     Lingkungan yang terstruktur
Pendekatan ini menekankan pengaturan lingkungan belajar anak sehingga tidak menjadi penyebab munculnya perilaku hiperaktif.
e)      Modeling
Sistem meniru (modeling) dapat dipakai untuk mengurangi perilaku hiperaktif. Prosedur yang dipakai adalah dengan menyuruh anak normal di kelas untuk memberi contoh perilaku yang baik.
f)       Biofeedback
Biofeedback merupakan teknik pengendalian perilaku atau proses biologis internal dengan cara memberi informasi (feeding back) kepada anak mengenai kondisi perilaku dan tubuhnya.

B.   PENGENDALIAN DISTRAKBILITAS
1.      Pengertian Distrakbilitas
Distrakbilitas merupakan gangguan dalam perhatian pada stimulus yang relevan secara efisien. Ada 3 distrakbilitas, seperti yang diuraikan berikut ini :
a.    Short attention span dan frequent attention shifts, yaitu ketidakmampuan memusatkan perhatian dalam waktu yang relatif lama dan terlalu sering berpindah perhatian dari satu objek ke objek yang lain.
b.    Underselection attention, yaitu ketidakmampuan membedakan antara stimulus yang relevan yang harus diperhatikan dan stimulus yang tidak relevan yang harus diabaikan.
c.    Overselective attention, yaitu terlalu selektif dalam memberi perhatian sehingga hal-hal yang sebenarnya relevan menjadi tertinggal. Anak ini tidak mampu mengadakan generalisasi karena ia hanya mampu mengambil rentangan informasi yang terlalu kecil.
2.      Penyebab Distrakbilitas
Swerdlik (1987) mengatakan penyebab distrakbilitas yaitu adanya disfungsi minimal otak, gangguan sistem pencernaan tubuh (metabolisme), kelainan minimal pada fisik seperti ketidakseimbangan tubuh, faktor lingkungan seperti sistem asuh anak, dan keterlambatan perkemabangan.
3.      Pengendalian Distrakbilitas
Ada beberapa pendekatan yang sering dipakai dalam penanganan distrakbilitas menurut Kauffman (1985) :
a.    Lingkungan yang terstruktur dan stimulus yang terkendali
Cara tersebut dilakukan berdasarkan asumsi bahwa lingkungan sekolah/kelas yang terlalu banyak stimulusnya membuat mereka tidak dapat mengikuti pelajaran secara optimal, dimodifikasi dengan cara:
1)   dinding dan langit-langit yang kedap suara;
2)   pemasangan karpet di lantai;
3)   jendela ditutup dengan kain atau kaca baru;
4)   lemari dan rak buku ditata sehingga isinya tidak tampak;
5)   tidak ada dekorasi pada papan tulis atau majalah dinding, kecuali pada saat-saat tertentu;
6)   disediakan meja tulis yang tertutup di depan dan sampingnya sehingga anak dapat bekerja sendiri tanpa gangguan;
7)   kegiatan sehari-hari berjalan secara rutin dengan hanya sedikit variasi;
8)   tetapkanlah apa yang diharapkan dari anak dan jelaskan hal itu;
9)   pemberian konsekuensi (hadiah, hukuman) secara konsisten.
b.    Modifikasi materi dan strategi pembelajaran
Modifikasi materi yang disarankan adalah pada pengaturan materi pembelajaran, dianjurkan menggunakan model pembelajaran langsung atau terarah (direct instruction) yang ditandai dengan fokus pada guru, pengarahan dan harapan yang jelas dan eksplisit, serta pemantauan dan evaluasi dilakukan secara rutin.
c.       Modifikasi tingkah laku
Perlu menentukan kapan harus memberi hadiah, kapan harus memberi hukuman, serta jenis penguat apa yang pantas dipakai.




C.   PENGERTIAN, PENYEBAB, DAN PENGENDALIAN IMPULSIFITAS
1.      Pengertian Impulsifitas
Seseorang dikatakan impulsif jika cenderung mengikuti kemauan hatinya dan terbiasa bereaksi cepat tanpa berpikir panjang dalam situasi sosial maupun tugas-tugas akademik. Anak impulsif lebih berhati-hati dan lebih teliti pada waktu menghadapi soal akademik daripada menghadapi gambar.
2.      Penyebab Impulsifitas
Impulsif dapat disebabkan oleh faktor keturunan, cemas, faktor budaya, disfungsi saraf, perilaku yang dipelajari dari lingkungan, dan sebagainya dan juga karena faktor ego dan super ego tidak berkembang. Hal ini terjadi karena salah asuh atau karena adanya trauma dalam kehidupannya.
3.      Pengendalian Impulsifitas
Adapun beberapa metode untuk mengendalikan impulsif, diantaranya:
1)   melatih verbalisasi aktivitasnya untuk mengendalikan perilakunya;
2)   modifikasi tingkah laku;
3)   mengajarkan seperangkat keterampilan kepada anak, antara lain keterampilan memusatkan perhatian, menghindari gangguan/ stimulan pengganggu, mengembangkan keterampilan mengingat, menghargai perasaan;
4)   mendiskusikan perilaku anak antara guru dengan anak itu sendiri untuk memperoleh pemahaman akan masalah perilaku anak itu;
5)   wawancara dengan anak segera setelah perilaku terjadi untuk melihat apa yang telah terjadi, mengapa terjadi, dan apa yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya masalah.